Laman

Sabtu, 07 Januari 2012

Asuhan Keperawatan Pada PPOK

I.              Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
1.    Biodata Pasien
Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau penyakitnya.

2.    Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
a.    Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lasa sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas . keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.

b.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK dating mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lender, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.




c.          Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja.

d.        Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu:
Ø  Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
Ø  Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
Ø  Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.

3.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik focus pada PPOK
a.      Inspeksi
Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid0. Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif dengan sputum parulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.



                                   
b.     Palpasi
      Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c.      Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun.
d.     Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.
(Muttaqin. 2008)

II.           Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain:
1.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmnal.
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
3.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek dan produsi sputum.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih.
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif.














III.        Intervensi
Dari diagnosa diatas, dapat disusun intervensi sebagai berikut :
a.         Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan produksi stputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Tujuan :  Setelah dilakukan asuha keperawatan selama . . . . × . . . . jam, diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil, klien akan :
·         Frekuensi nafas normal (16 – 20 × per menit)
·         Tidak sesak
·         Tidak ada sputum
·         Batuk berkurang
Intervensi
Rasional
·         Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum


·         Atur posisi semifowler

·         Ajarkan cara batuk efektif



·         Bantu klien nafas dalam




·         Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.



·         Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainage, perkusi, dan fibrasi dada



·         Kolaborasi pemberian obat :
Bronkodilator
Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg, fenoterol HBr 0,1% solution, orcipenaline sulfur 0,75 mg

·         Agen mukolitik dan ekspektoran

·         Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi

·         Meningkatkan ekspansi dada

·         Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat di jalan nafas.

·         Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.

·         Hidrasi menbantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

·         Postural drainage dengan perkusi dan vibrasi menggunakan bantuan gaya gravitasi untuk membantu menaikkan sekresi sehingga dapat dikeluarkan atau dihisap dengan mudah.


·         Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronchus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.

·         Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan pelengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari pelengketan dari jalan nafas.



·          

b.         Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
Tujuan             : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . × . . . jam,   diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil, klien akan :
·         Frekuensi nafas normal (16 – 20 kali/menit)
·         Tidak terdapat disritmia
·         Adanya penurunan dispnea
·         Menunjukan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi
Intervensi
Rasional
·         Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, keridakmampuan berbicara.
·         Atur posisi semifowler
.




·         Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.





·         Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.



·         Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.

·         Awasi tanda vital dan irama jantung.
·         Berguna dalam evaluasi derajat disstres pernafasan dan atau kronisnya proses penyakit.

·         Pengiriman oksigen

·         Sianosis mungkin perifer (terlhat pada kuku) atau sentral (terlihat di sekitar bibir atau telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

·         Bunyi nafas mungkin redup karena adanya penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya secret.

·         Gelisah dan ansietas adalah menifestasi umum pada hipoksia.

·         Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukan efekl hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
c.       Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek dan produksi sputum.
Tujuan          : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . × . . . jam, diharapkan pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil, klien akan :
·         Frekuensi nafas normal (16 – 20 × per menit)
·         Frekuensi nadi normal (70 – 90 × permenit)
·         Tidak ada dispnea
Intervensi
Rasional
·         Ajarkan pasien diafragmatik dan pernafaan bibir dirapatkan.



·         Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan istirahat. Biarkan pasien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang perawatannya berdasarkan pada tingkat toleransi pasien.

·         Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan.
·         Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.

·         Membrikan jeda aktivita akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa disstres berlebih.




·         Menggunakan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.

d.      Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih.
Tujuan          : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . × . . . jam, diharapkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan.
Kriteria hasil, klien akan :
·         Menunjukan perilaku mempertahankan masukan nutrisi adekuat.
·         Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi individual.
·         Peningkatan asupan makanan dari sepertiga porsi menjadi setengah porsi untuk setiap kali makan.
Intervensi
Rasional
·         Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.





·         Auskultasi bunyi usus







·         Berikan perawatan oral sering, buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.


·         Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan porsi kecil atapi sering.


·         Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
·         Pasie distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat. Selain itu pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat ststus hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.

·         Penurunan bising usus menunjukan penurunan mobilitas gaster dan konstipasi (konstipasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pemulihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
·         Rasa tak enak, bau, dan penampillan adalah pencehgahan utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
·         Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
·         Suhu ekstrem dapat mencetus atau meningkatkan spasme batuk.

e.       Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, poal nafas tidak efektif.
Tujuan        : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . × . . . jam, diharapkan klien dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat)
Kriteria hasil, klien akan :
·         Melakukan aktivitas dengan nafas pendek lebih sedikit.
·         Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana latihan yang akan dilakukan di rumah.
·         Berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki kindisimfisik.
·         Minimal bias berjalan 10 – 15 meter.
Intervensi
Rasional
·         Dukung pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur dengan cara berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan, latihan berdiri tanpa alat bantu, dll.




·         Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk menentkan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
·         Otot-otot yuang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelpmpk otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami nafas pendek.

·         Ahli terapi fisik akan lebih tau tentang latihan fisik yang akan diberikan pada klien, akan membrikan porsi yang sesuai dengan klien.


IV.        Implementasi dan Evaluasi
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dan evaluasi yang dilakukan sesuai tujuan dan kriteria hasil termasuk di dalamnya evaluasi proses.

                       
Daftar Pustaka

Corwin, Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Danu Santoto, Halim. 2000. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates
Kowalak. Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : TIM
Somantri. Irman . 2009. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Somantri. Irman . 2008. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Bruner dan Sudarth, 2002

1 komentar: